Jumat, 15 Mei 2009

A.Dt. KARI : TASAWUF DAN PANTEISME

TASAWUF DAN PANTEISME

Citra panteisme yang lengkap, baru terlihat dikalangan sufi setelah kemunculan seorang sufi filosof yang berasal dari Andalusia, Muhyiddin Ibn Arabi.

Tumbuhnya gerakan panteisme dalam tasawuf di Andalusia, dimulai dengan terdapatnya benih-benih panteisme dalam aliran-aliran tasawuf yang terdapat disana. Sebelumnya muncul Ibn Arabi telah di kaji oleh Asin Palacios dalam makalahnya, Ibn Masarra y su escuela (Ibn Masarrah dan alirannya), dimana sebelumnya dia meneliti lebih dulu pikiran-pikiran Muslim di kawasan-kawasan Islam sebelah Barat serta Timur selama tiga kurun pertama perkembangan Islam.

Di Andalusia, di sepanjang masa, Ibn Masarrah selalu memperoleh banyak pengikut yang berpegang teguh pada pendapat-pendapatnya. Dan di antara yang belajar kepadanya pada abad keempat hijriah itu, pada masa Ibn Hazm, ialah Isma’il al-Ra’ini.

Lebih jauh lagi Ibn Arabi juga mengemukakan teori tentang “manusia sempurna” (Al-Insan Al-Kamil) atau Hakekat Muhammad (Al-Haqiqah Al-Muhammaddiyah), yang didasarkan pada paham kesatuan wujudnya.

A. AL-INSAN AL-KAMIL

Al-insan al-kamil adalah nama yang dipergunakan kaum sufi untuk menamakan seorang muslim yang telah sampai ke tingkat tertinggi, yaitu menurut sebagian sufi tingkat seorang yang telah sampai pada fana’fillah

B. WAHDAT AL-WUJUD

Wahdat al-Wujud berarti kesatuan wujud (wujud, unity of existence). Paham ini kelanjutan dari paham hulul dan dibawa oleh Muhy al-Din Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol tahun 1165 M. Selesai studi ke Sevilla pindah ke Tunisia masuk aliran sufi. Tahun 1202 ia pergi ke Makkah dan meninggalkan Damaskus tahun 1204.

Menurut paham wahdat al-wujud, tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, aspek luar ard dan khalq.

Menurut Muhammad Yusuf Musa sebagai dikutip oleh Asmaran, Wahdat al-wujud adalah “tidak ada yang wujud melainkan wujud Allah Ta’ala”. Selain itu, sesungguhnya sekalian yang mungkin adalah manifestasi-Nya yang terdapat pada seluruh alam ini, maka tidaklah ada sekalian yang mungkin ini melainkan manifestasi Allah. Seandainya Dia tidak ada, maka tidak ada alam ini.

Dan perdebatan muncul, karena adanya perbedaan penafsiran doktrin Ibn Arabi, juga dipicu oleh perbedaan faktor sosial politik masing-masing pihak yang berselisih. Kelompok itu adalah sebagai berikut:

  1. Kelompok pendukung paham Wahdat Al-Wujud mengandung pengertian bahwa wahdat al-wujud mengandung pengertian bahwa alam adalah ciptaan dari bagian ketuhanan sendiri, seperti buih pada puncak ombak.

  1. Kelompok yang menentang paham Wahdat Al-Wujud. Kelompok ini nanti dipimpin oleh Nuruddin al-Raniri, mendapat dukungan Sultan Iskandar Sani dan Sultanah Sofiyah al-Din. Al-Raniri dating ke Aceh tahun 1047 (masa Sutan Iskandar Sani) dan meninggalkan Aceh tahun 1054 (masa Sultanah Sofiyah al-Din). Al-Raniri yang berasal dari Randir (Arab Selatan) adalah seorang yang sangat teguh memegang doktrin Asy’ariyah, karena itu ia berusaha untuk menjelaskan hubungan antara Hakikat Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta serta manusia.

  1. Kelompok Moderat yang dipimpin oleh Abd. Rauf Singkel yang berusaha untuk mendamaikan dan mengambil jalan tengah tidak memihak kepada salah satu kepada yang berselisih. Dalam karya-karyanya, tidak ditemukan ajaran yang secara gamblang bertentangan dengan ajaran Hamzah dan Syamsuddin.

Kemudian Muhyi al-Din Ibn Arabi kelahiran spanyol pada 560 H dan meninggal pada tahun 638 H di Damaskus.

Dikatakan paham ini sebagai perluasan dari konsepsi (paham) al-hulul adalah karena nasut yang ada dalam hulul ia ganti dengan khalq (makhluk), sedang lahut menjadi al-haqq (Tuhan). Dengan demikian segala sesuatu yang ada ini mengandung aspek batin atau terdiri dari ‘ard (accident) dan jauhar (substance). Aspek khalq atau aspek luar memiliki sifat kemakhlukan atau nasut sedangkan aspek batin atau al-Haqq memiliki sifat ketuhanan atau lahut. Tetapi aspek yang terpenting adalah aspek batinnya atau aspek al-Haqq dan aspek ini yang merupakan hakikat/ esensi dari tiap-tiap yang Wujud.

Menurut Ibn Arabi, alam ini diciptakan Allah dari ain wujudnya sehingga apabila Tuhan ingin melihat diri-Nya maka Tuhan cukup melihat alam ini yang pada hakikatnya tidak ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini dapat diibaratkan seperti orang melihat bayangannya dalam beberapa cermin. Betapapun banyaknya bayangan itu, tetapi orangnya adalah satu, sebab bayangan itu tidak mempunyai substansi. Ibn Arabi berkata lewat syair yang ia nuklikan dalam al-futuhat yaitu:

wahai pencipta segala sesuatu dalam diri-Mu, pada Mu terhimpun segala yang Engkau jadikan, Engkau ciptakan apa yang ada dengan tak terbatas dalam diri-Mu, sebab Engkau adalah yang unik tapi meliputi seluruhnya.

Dalam membicarakan konsep ini, ia berangkat dari postulat bahwa wujud itu hanyalah satu, tidak banyak, yakni Tuhan sebagai Realitas Tunggal dan sebagai wujud mutlak, sedangkan wujud-wujud lainnya itu hanyalah illuminasi (pancaran) atau pantulan dari wujud mutlak melalui tajjali secara berantai. Dari wujud mutlak keluar Aqal Awal (Priori Being) yang juga disebut Aqal al-Kulli dan atau Hakikat al-Muhammadiyah. Aqal Awal adalah asal penyebab kejadian segala yang ada melalui proses ini: dari Aqal Awal melimpah (memancar) Nafs al-Kulliyat (jiwa alam) dan selanjutnya melimpah pula Jisim al-Kulli yang dalam filsafat disebut hayula-yang disebut Ibn Arabi sebagai “habaa”.

Kemudian menurut konsepsi ini, wujud ada empat kualitas (macam), yaitu:

  1. Allah sebagai Wujud Mutlak
  2. Aqal Awal atau Aqal Kulli atau Haqiqat al-Muhammadiyah
  3. Nafs al-Kulliyat
  4. Jisim Kulli atau habaa

Seluruh wujud makhluk ini adalah sempurna sesuai dengan urutan-urutan kejadiannya, sesuai dengan jauh dekatnya dari Wujud Mutlak sebagai wujud yang sempurna.

Kemudian apabila dilihat sebagai materi, ia disebut Habaa atau Hayula. Tetapi bagaimanapun semuanya itu pada hakikatnya adalah satu, dan inilah yang dimaksud dengan Wahdat al-Wujud, sebagai mana ia nyatakan dalam syair mistisnya.

C. MUHYIDDIN IBN ARABI

Saat berumur 30 tahun mulailah dia berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan Islam bagian Barat. Di berbagai daerah ini, dia belajar kepada seorang sufi diantarnya Madyan al-Gaus al-Talimsari. Akhirnya pada tahun 620 Hijriah dia menetap di Hijaz hingga akhir hayatnya.

Ibn Arabi dalam kitabnya Al-Futuhat menuturkan bahwa Allah adalah wujud “mutlak”, yaitu zat yang mandiri, yang keberadaan-Nya tidak disebabkan oleh sesuatu sebab apapun.

Allah adalah pencipta alam semesta. Tentang proses penciptaan alam, dapat dilihat dalam tulisannya Fusus Al-Hukam. Menurut Ibn Arabi, ada lima tingkatan tajjali atau tanazzul Tuhan zat Tuhan, yaitu:

1. Tajalli zat Tuhan dalam bentuk-bentuk al-a’yan al-sabitah, yang disebut dengan ‘Alam al-Ma’ani

2. Tanazzul zat Tuhan dari Alam al-ma’ani kepada realitas-realitas rohaniah, yang disebut dengan ‘Alam al-Arwah

3. Tanazzul zat Tuhan dalam rupa realitas-realitas al-Nafsiyah yang disebut dengan ‘Alam al-Nufus al-Natiqah

4. Tanazzul zat Tuhan dalam bentuk-bentuk jasad tanpa materi, yang disebut ‘Alam al-Misal

5. Tanazzul zat Tuhan dalam bentuk jasad bermateri, yang disebut pula dengan ‘Alam al-Ajsam al-Madiyah, dan disebut pula ’Alam al-Hissi atau ‘Alam al-Syahadah

Dalam teori Ibn Arabi, terjadinya alam ini tidak bisa dipisahkan dengan ajarannya

tentang Haqiqah Muhammaddiyah atau Nur Muhammad. Ibn Arabi mengatakan bahwa Nur Muhammad adalah sesuatu yang pertama sekali wujud (menitis) dari Nur Ilahi. Ibn Arabi berpendapat bahwa Nur Muhammad adalah sesuatu yang pertama kali melimpah dari Tuhan, dia juga mengatakan bahwa daripada-Nyalah terbitnya alam ini. Juga diriwayatkan, bahwa dari Haqiqah Muhammaddiyah ini dijadikan surga dan neraka, nikmat dan azab.

D. IBNU ARABI DAN POKOK-POKOK AJARAN SESATNYA

Inti ajarannya didasarkan atas teori Wahdat Al-Wujud (menyatunya makhluk dengan Tuhan) yang menghasilkan Wihdatul Adyan (kesatuan agama, tauhid maupun syirik) sebagai hasil gabungan teori-teori al-Ittishal atau emanasi. Atau sebagai hasil dari gabungan pemikiran tentang Nur Muhammad itu diciptakan makhluk-makhluk lain dari Al-Khaliq dengan pemikiran Al-Aqlu al-Awwal(akal pertama). Ibn Arabi banyak dipengaruhi oleh filsafat Masehi atau Nasrani.

Berikut pandangan Ibn Arabi yang nyata-nyata bertentangan dengan Islam:

1. Berusaha menghancurkan/ membatalkan agama dari dasarnya

2. Semua orang berada pada As-Shirath Al-Mustaqim (jalan lurus)

3. Wa’ied (janji) dari Allah tidak ada sama sekali

4. Khatim al-Awliya’ (penutup para wali) lebih tinggi daripada Khatim Al-Anbiya’ (penutup para nabi), karena wilayah (kewalian) lebih tinggi daripada nubuwwah (kenabian)

5. Wali lebih tinggi dari nabi

6. Untuk sampai kepada Allah tidak perlu mengikuti ajaran para nabi (syara’)

7. Semua ini adalah Allah, tidak ada nabi/ rasul atau malaikat, Allah adalah manusia besar

8. Tidak sah klahalifah kecuali kepada Insan Kamil

9. Allah membutuhkan pertolongan mahluk

10. Nabi Nuh As termasuk orang kafir

11. Dakwah kepada Allah adalah tipu daya

12. Al-haqq adalah mahluk

13. Hukuman Alam adalah hukum Allah itu sendiri

14. Hamba adalah Tuhan

15. Neraka itu adalah surga itu sendiri

16. Dalam angapan ibnu Arabi ia berkumpul dengan para Nabi

17. Perbuatan hamba itu adalah perbuatan Allah itu sendiri

18. Fir’aun adalah mukmin yang terbebas dari siksa api neraka

19. Wanita adalah Tuhan

20. Fir’aun adalah Tuhan Musa

21. Hakikat ketuhan tampak jelas dan utuh pada Nabi-nabi AS

Manusia, menurut Ibn Arabi, adalah tempat tajalli Tuhan yang paling sempurna, karena dia adalah al-Kaun al-Jami’, atau dia merupakan sentral wujud, yakni alam kecil (mikrokosmos) yang tercermin pada alam besar (makrokosmos); dan tergambar pada sifat-sifat ketuhanan.

2. AL-SUHRAWARDI AL-MAQTUL DAN HIKMAH AL-ISYRAQ

AL-suhrawardi al-Maqtul dipandang termasuk salah seorang dari generasi pertama para sufi filosof. Nama lengkapnya ialah Abu al-futuuh Yahya Ibn Habsy Ibn Amrak, bergelar Syihabuddin, dan di kenal juga sebagai sang bijak (al-Hakim). Dia termasuk golongan para sufi abad keenam hijriah; dia dilahirkan di Suhrawad sekitar tahun 550 H, dan di bunuh di Halb (Aleppo), atas perintah Shalahuddin al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah dia digelari al-Maqtul (yang dibunuh), sebagai pembedaan dengan dua sufi lainnya, yaitu Abu al-Najid al-Suhrawardi (meniggal tahun 563 H) dan Abu Hafsh Syihabuddin al-Suhrawardi al-baghdadi (meniggal tahun 632 H), penyusun kitab Awarif al-ma’arif.

Ia belajar kepada seorang fiqih dan teolog terkenal, Majduddin al-Jilli, guru Fakhruddin al-Razi. Di Isfahan dia belajar logika kepada Ibn Sahlan al-Sawi, penyusun kitab al-Basha’ir al-Nashiriyyah. Selain itu, dia juga bergabung dengan dengan para sufi serta hidup secara aksetis. Tetapi ada sebagian orang yang dengki terhadapnya dan memperingatkan bahaya akan tersesatnya aqidah al-Zhahir seandainya terus bersahabat dengan al-Suhrawardi. Shalahuddin al-Ayyubi, yang terpengaruh membaca surat ini, kemudian memerintahkan puteranya untuk segera membunuh al-Suhrawardi. Maka setelah meminta pendapat para fuqaha Halb, yang memegang menjatuhkan fatwa bahwa al-Suhrawardi harus si bunuh, al-Zhahir pun memutuskan agar al-Suhrawardi dihukum gantung. Penggantungan ini berlangsung pada tahun 587 H di Halb, ketika al-Suhrawardi baru berusia tigapuluh delapan tahun.

Al-Suhrawardi al-Maqtul mengemukakan bahwa hikmah isyraqnya didasarkan pada rasa, sebagaimana katanya: “apa yang ku kemukakakan (dalam hikmah al-Isyraq) ini tidak ku peroleh lewat pemikiran, tapi ku peroleh lewat sumber lain. Dan aku pun segera mencari argumentasinya.

Adapun mengenai wujud, al-Suhrawardi telah menyusun sebuah teori, yang dia kemukakan secara simbolis, berdasarkan teori emanasi. Sebab menurutnya, terdapat beberapa alam yang melimpah dari Allah; atau cahaya dari segala cahaya, yang mirip matahari, yang sama sekali tidak kehilangan cahayanya sekalipun ia bersinar terus-menerus.

A. AL-ISYRAQIYYAH

Al-Isyraq berarti bersinar atau memancarkan cahaya dan nampaknya searti dengan al-kasyf. Akan tetapi bila dilihat pada inti ajaran ini, maka al-isyraq lebih tepat diartikan penyinaran atau illuminasi. Corak pegunungan yang dikombinasikan dengan pemikiran spekulatif ini, merupkan gabungan dari tasawuf dan filsafat dari berbagai aliran yang ia wariskan melalui karya tulisnya Hikmatul Isyraq.

Melalui kalimat-kalimat simbolistis, Suhrawardi mengatakan, bahwa Allah Yang Maha Esa adalah Nur al-Anwar yang merupakan sumber asal segala yang ada dan seluruh kejadian.

Ada tiga kualitas yang memencar dari Nur al-Hakim (juga disebut Nur al-Qahir), yaitu:

  • Dia sebut al-barzakh aqli atau alam akal budi
  • Barzakh al-nafs atau alam rohaniah atau alam jiwa
  • Barzakh al-ajsam atau alam ragawi

Alam akal budi mengandung potensi-potensi (nur-nur) dan daya-daya, antara lain akal aktif dan roh suci. Alam rohani meliputi jiwa-jiwa bintang-bintang di langit serta yang menguasai manusia. Alam ragawi meliputi benda elementer yang berada di bawah planet bulan, benda-benda eter dan form atau substansi benda-benda langit.

Paham al-Isyraqi ini menyatakan, bahwa alam ini diciptakan melalui penyinaran atau illuminasi. Kosmos ini terdiri dari susunan bertingkat-tingkat berupa pancaran cahaya.

Manusia yang terjadi dari pletikan cahaya al-Anwar akan dapat kembali kepada sumber asalnya dengan menjalani jenjang-jenjang yang ia lukiskan dalam ceritanya

DAFTAR FUSTAKA

Dr, Abu Al.wafa, Al-Gharimi, Al-taftazami, Sufi dari zaman kezaman, pustaka. Bandung. 1074

Pengantar Studi Tasawuf. Dr. Asmara, AS, MA, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002.

Tasawuf Sufiimi Klasik vanca-sufisme, Prof. H.A. Rivari Siiyar, PT. Raja Grafindo, Jakarta.1999

Tidak ada komentar: